KLIK PENDIDIKAN – Netralitas Aparatur Negara (ASN) dalam setiap perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menjadi isu yang sering dibicarakan dan terus berulang.
ASN sering kali dihadapkan pada dilema antara menjaga netralitas atau mendukung kandidat tertentu untuk kepentingan karir.
Menyikapi permasalahan ini Komisi II DPR RI berencana merevisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).
Langkah ini dianggap sebagai upaya mencari solusi untuk mengatasi persoalan netralitas ASN dalam Pilkada, sekaligus mereformasi sistem birokrasi yang selama ini dinilai masih kental dengan praktik nepotisme dan politik daerah.
Salah satu formula yang ditawarkan adalah penerapan sistem rotasi pejabat tinggi di tingkat nasional.
Hal itu diutarakan oleh Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda saat memimpin Rapat Kerja Komisi II dengan Mendagri dan Rapat Dengar Pendapat dengan Pj Gubernur Bali, Pj Gubernur NTT dan Pj Gubernur NTB serta Pj Bupati/Walikota se-Provinsi Bali, NTT dan NTB dengan agenda membahas persiapan dan kesiapan Pilkada Serentak Tahun 2024, Rabu 20 November 2024.
Dalam rencana revisi UU ASN ini, pejabat eselon tinggi, khususnya Eselon 1 dan Eselon 2, akan ditarik menjadi ASN pusat. Artinya, pejabat tinggi daerah tidak lagi hanya bertugas di wilayah asalnya, tetapi dapat dipindahkan ke mana saja di seluruh Indonesia.
Contohnya, seorang Sekretaris Daerah (Sekda) dari Bali bisa saja ditempatkan di Kalimantan Selatan, atau dari Kalimantan Selatan bisa bertugas di Nusa Tenggara Timur.
“Dan Komisi II DPR RI tahun depan akan merevisi UU ASN, kita cari formula. Salah satunya mungkin Eselon 2, (Eselon) 1 akan kita tarik semua jadi ASN Pusat. Jadi, Bapak-Bapak ini yang orang Bali ini bisalah jadi Sekda di Kalsel, yang Kalsel bisa jadi Kadis di NTT,” kata Politisi dari Fraksi Partai Nasdem ini.
Rotasi ini dirancang untuk menciptakan sistem merit yang lebih adil dan merata, di mana penempatan pejabat didasarkan pada kompetensi dan kinerja, bukan pada faktor kedekatan politik atau geografis.
Dengan formula ini, diharapkan birokrasi menjadi lebih profesional dan bebas dari intervensi politik lokal, terutama menjelang Pilkada.
Namun, kebijakan rotasi ini tentu tidak lepas dari tantangan.
Rifqi dengan tegas menyatakan bahwa ASN yang merasa tidak siap menghadapi sistem ini diberi pilihan untuk mengajukan pensiun dini.
Tujuannya adalah untuk menciptakan penyegaran (refreshment) dalam birokrasi, di mana hanya ASN yang berkomitmen dan siap beradaptasi dengan sistem merit yang akan bertahan.
“Kalau yang tidak siap, ya sudah usul saja pensiun dini. Maka akan terjadi refreshment birokrasi, yang gak siap akan minggir dengan sistem merit yang merata secara nasional,” pungkasnya.