Jakarta, IDN Times – Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda merespons usulan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga ad hoc. Dalam usulan itu, KPU nanti akan bekerja selama dua tahun untuk persiapan dan pelaksanaan pemilu.
Rifqi menghargai berbagai aspirasi yang berkembang sekaligus menunggu momentum pembahasan revisi terhadap UU Pemilu dan Pilkada.
“Terkait dengan substansi sebagai Ketua Komisi II DPR RI, saya menghargai seluruh aspirasi yang berkembang dan karena itu kita menunggu saja momentum pembahasan revisi terhadap UU Pemilu dan Pilkada,” kata Rifqi di Jakarta, Minggu (24/11/24).
1. Komisi II beri sinyal buat terobosan politik
Ia memberi sinyal Komisi II DPR akan membuat sebuah terobosan politik dalam bidang legislasi di Prolegnas 2025. Ia menyinggung terkait revisi paket undang-undang politik yang akan dilakukan melalui metode omnibus law.
“Sementara waktu kemungkinan kami akan membuat omnibus law politik, di mana di dalamnya terdapat beberapa UU yang sekarang dijadikan satu UU Politik, yaitu UU Pemilu, UU Partai Politik, UU Pilkada, UU terkait dengan Hukum Acara sengketa Pemilu dan beberapa ketentuan-ketentuan lain terkait dengan Pemilu,” tutur Rifqi.
Saat ini, Rifqi menekankan, dari sisi pembahasan revisi UU Pemilu maupun Pilkada yang di dalamnya terkait kedudukan KPU Bawaslu terutama di tingkat provinsi, kabupaten/kota sampai di tingkat TPS, KPPS dan pengawas TPS belum dijadwalkan untuk dibahas di Komisi II DPR RI.
“Komisi II dalam prolegnas 2025 fokus terhadap revisi terhadap Revisi UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN,” kata Legislator NasDem ini.
2. Legislator PAN usul KPU jadi lembaga ad hoc
Sebelumnya, Anggota Baleg DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengusulkan agar KPU hanya menjadi lembaga ad hoc yang hanya terselenggara selama dua tahun untuk persiapan dan pelaksanaan Pemilu.
Dalam pandangannya usulan ini perlu demi negara dapat menghemat anggaran, khususnya ketika KPU tidak sedang berada pada tahun-tahun Pemilu.
“Jadi kita sedang berpikir sedang berpikir di DPR, justru KPU itu hanya lembaga ad hoc, dua tahun saja. Ngapain kita menghabiskan uang negara kebanyakan,” kata Saleh.
3. Baleg DPR usul revisi UU Politik Lewat Omnibus Law
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI membuka peluang untuk merevisi sejumlah undang-undang politik melalui sistem omnibus law. Adapun rincian delapan UU yang bakal direvisi dengan metode omnibus law itu adalah UU Pemilu, UU Pilkada, UU Partai Politik, UU MD3, UU Pemerintah Daerah, UU DPRD, UU Pemerintah Desa, dan UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.
Wakil Ketua Baleg DPR RI Ahmad Doli Kurnia menyoroti pelaksanaan pemilu 2024 dengan segudang masalah yang terjadi. Pelaksanaan pemilu di Indonesia dinilainya memang harus disempurnakan. Dia mengatakan, pemilu terbaik adalah pemilu yang digelar pada 1999.
“Saya mengusulkan ya sudah kita harus mulai berpikir tentang membentuk undang-undang politik dengan metodologi omnibus law. Jadi karena itu saling terkait semua ya,” kata Ahmad.