JAKARTA (Waspada): Anggota Komisi II DPR RI menilai Anggota Komis II DPR RI H.Muhammad Rifqinizamy Karsayuda menilai masih jauh masyarakat mendapat pelayanan yang baik dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) terkait mafia tanah, karena kewenangan BPN terbatas.
Bahkan kewenangan BPN terbantah oleh adanya kewenangan instansi lain berdasarkan Undang-Undang.
“Terkait mafia tanah, BPN memang banyak mengetahui, tetapi tidak punya kewenangan. Karena itu UU Pertanahan yang baru mendesak,”ungkap Rifqinizamy dalam Dialektika Demokrasi dengan tema “Mengawal Instruksi Jokowi: Gebuk Mafia Tanah” di Media Center DPR RI, Jakarta Kamis (8/9).
Menurut Rifqi, UU Pertanahan yang baru harus memuat wewenang BPN bisa melakukan proses Penyelidikan dan Penyidikan.
Selain itu dalam UU Pertanahan yang akan disusun bagaimana seharusnya negara berdaulat dan memastikan tanah menjadi pendapatan negara.
Politisi Fraksi PDI Perjuangan itu menyatakan, sebelum Instruksi Presiden, Komisi II DPR sudah membentuk dua panitia kerja terkait dengan bagaimana kita menata serta apa yang kita sebut dengan mafia tanah , yakni panitia kerja (Panja) Pemberantasan Mafia Tanah dan Pengukuran ulang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Penggunaan lainnya.
Rifqi mengungkapkan kasus yang cukup fenomenal ketika Komisi II kunjungan kerja ke provinsi Riau menemukan fakta, bahwa semakin hari semakin banyak korporasi di republik ini yang nakal.
“Mereka mendapatkan HGU 1000 hektar tapi kemudian nanam sawitnya 5000 hektar, sehingga di Riau itu totalnya ada 1,7 juta hektar lahan di luar HGU, di luar kawasan hutan yang ditanami sawit.
Bertahun-tahun memilikinya tentu impact ekonomi yang sangat besar dan karena dia tidak memiliki HGU dan legalitas tanah sebagaimana ketentuan peraturan perundang-undangan, maka dia tidak memberikan kontribusi kepada pendapatan negara.
Korelatif ini dengan kasus yang sekarang sedang ditangani Kejaksaan Agung yang sebelumnya ditangani KPK yaitu kasus PT Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu, total lahan yang disinyalir di luar HGU ada 36.000 hektar dan kerugian negaranya dalam rilis terakhir Kejaksaan Agung Republik Indonesia, itu adalah 101 triliun rupiah.
Staf khusus Menteri ATR BPN Bidang Penanganan Sengketa dan Konflik Tanah dan Ruang, Inspektur Jenderal Polisi Hary Sudwijanto, S.I.K., M.Si mewakili Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Hadi Tjahjanto membenarkan kewenangan BPN sangat terbatas.
“Salah satunya BPN tidak punya otoritas menguji kepemilikan tanah. Sekalipun mengetahui persoalan tanah dari hulu sampai ke hilir, BPN kewenangannya sangat terbatas,”katanya.
Menurut dia, permasalahan hulunya ada di Kepala Desa (Kepdes) yang mudah dipengaruhi oleh mafia tanah.
Kepdes, ujarnya lagi, kadang memberi persetujuan objek tanah kepada seseorang dan kemudian memberi lagi objek yang sama kepada orang lain yang juga memohon. Modus seperti itu banyak terjadi.
“Sekarang kami solid apalagi pak Hadi komitnya keras, sehingga target menggebuk mafia tanah bisa kita implementasikan,”ujarnya.
Soal mafia tanah, menurut dia pihaknya sudah menemukan modus operandinya.
“Pemberantasan mafia tanah menjadi konsen kami di staf khusus Menteri bidang penanganan sengketa masalah, bagaimana mengimplementasikan perintah Presiden ini dengan melakukan percepatan. Bapak Menteri yang baru, cukup cerdas mengeksekusi permasalahan yang terjadi. Bapak Menteri sudah mengambil langkah seperti beberapa kasus yang sudah bisa diselesaikan beliau, kasus Malang, beberapa kasus di Medan,”ujarnya.
Sementara mantan Menteri ATR Kepala BPN Fery Mursidan Baldan menyampaikan dalam acara itu, mendukung peran BPN ditingkatkan.
“Harus ada legalisir semua dokumen tanah termasuk foto copy dari BPN, sehingga kepemilikan tidak tumpang tindih.
Sumber: https://waspada.id/nusantara/wewenang-bpn-harus-ditingkatkan-untuk-berantas-mafia-tanah/