JAKARTA – Mengacu UUD 1945, negara memiliki kewajiban untuk menyediakan tempat tinggal bagi warga negara, terlebih bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Anggota Komisi V DPR Rifqinizamy Karsayuda mengatakan, butuh gotong royong dalam melaksanakan kewajiban konstitusional ini.
Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera)dinilai sebagai satu ikhtiar membangun solidaritas tersebut.
Kendati demikian, Rifqi menilai momentum pembentukan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tapera saat ini tidak tepat. Alasannya, seluruh elemen bangsa Indonesia sedang menghadapi pandemi Covid-19. Walaupun, masa pemberlakuan iuran Tapera bagi ASN baru diberlakukan pada 1 Januari 2021 mendatang, serta masih ada waktu maksimal tujuh tahun bagi mereka yang bekerja di sektor swasta untuk memenuhi kewajiban pembayaran iuran ini.
Menurut Rifqi, kewajiban tentang pelaksanaan dan penyelenggaraan Tapera merupakan amanah UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera. “Persoalannya adalah ketentuan lebih lanjut dari UU ini baru diterbitkan 4 tahun kemudian yaitu di tahun 2020 ini melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020,” ujar Rifqi dalam keterangan tertulis, Sabtu 13 Juni 2020.(Baca juga: Aturan Investasi Dana Tapera Harus Transparan)
Politikus PDIP ini menyatakan dasar berpikir hadirnya ketentuan tentang Tapera paling tidak ada dua hal. Pertama, Tapera adalah implementasi asas gotong royong, saling membantu, solidaritas sebagai sebuah bangsa.
“Mereka yang berpunya memberikan subsidi atau bantuan kepada mereka yang belum berpunya dalam rangka pemenuhan hak-hak mereka untuk mendapatkan perumahan,” sambungnya.
Di sisi lain, lanjut Rifqi, negara dengan segala macam ikhtiarnya harus membuktikan bahwa kebutuhan dasar (basic need) berupa sandang, pangan dan papan, dalam konteks Tapera adalah kebutuhan papan, bisa dipenuhi oleh negara dengan berbagai skema. “Untuk itu, Tapera yang diatur dalam PP 25 Tahun 2020 sebetulnya ingin memastikan dua hal itu,” katanya.
Rifqi menjelaskan bahwa pola penghimpunan dana seperti Tapera sebagai bagian dari jaminan sosial, dilakukan pula di banyak negara di dunia. Program semacam Tapera pun cukup lazim di beberapa negara.
Di Singapura ada CPF (Central Provident Fund). Di Malaysia ada KWSP (Kumpulan Wang Simpanan Pekerja). Di Korea Selatan, program serupa adalah NHUF (National Housing and Urban Fund). “Program-program tersebut sudah terintegrasi ke dalam sistem jaminan sosial nasional pada negara masing-masing,” katanya.
Menurutnya, Dana Tapera akan dikelola oleh Bank Kustodian dan Manajer Investasi berdasarkan kontrak investasi dan mengacu pada UU. Peserta sebagai individual investor dapat mengakses laporan perkembangan dana masing-masing setiap saat.
Aktivitas Bank Kustodian dan Manajer Investasi diatur dan diawasi oleh OJK. Mereka wajib melaporkan kegiatannya kepada BP Tapera secara periodik. Hasil pengelolaan dana Tapera diaudit secara tahunan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) dan dipublikasikan melalui media massa secara berkala setiap tahun. “Jadi, kita sebagai peserta dapat memantau dana yang kita investasikan,” paparnya.
Menurut Rifqi, DPR tidak akan tinggal diam jika ada indikasi, terlebih bukti penyelewengan dana Tapera. “Saya ingatkan sejak awal kepada semua pihak, terutama BP Tapera agar tak bermain-main dengan dana ini, termasuk jika menginvestasikannya melalui media yang sangat hight risk dan dapat merugikan rakyat. Kasus Jiwasraya harus dapat kita ambil pelajarannya. Negara harus sangat hati-hati soal ini,” kata legislator daerah pemilihan Kalimantan Selatan I ini.
Rifqi mengingatkan pentingnya penataan data guna mengefektifkan dana Tapera. “Saya menginginkan Kementerian PUPR sebagai leading sector dari perumahan rakyat harus memiliki data yang solid terkait ASN, TNI, Polri, karyawan BUMN dan BUMD atau mereka yang penghasilannya dikutip melalui program Tapera,” katanya.
Ke depan, dengan data itu, subsidi APBN bagi perumahan subsidi bisa perlahan dikurangi. Tapera akan menjadi sharing dana dengan subsidi yang diberikan melalui APBN, baik melalui skema FLPP, selisih suku bunga (SSB) dan melalui skema-skema yang lain.
“Pada titik tertentu bahkan subsidi APBN ke depan hanya fokus kepada masyarakat kita yang belum ter-cover Tapera,” papar Rifqi.
Sumber: Klik disini