Jakarta – Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi, mengutarakan keprihatinannnya terhadap kondisi efek rumah kaca yang salah satu penyebabnya akibat kendaraan bermotor.
Hal itulah yang memicu pihaknya gencar mendorong masyarakat untuk menggunakan angkutan masal seperti Bus Rapid Transit atau BRT, salah satunya juga dengan pemberian BRT ke pemerintah daerah dan yang terbaru dengan Skema Pembelian Layanan (Buy The Service/ BTS).
Saat acara Penandatanganan Nota Kesepahaman Perencanaan Pembangunan dan Pengoperasian Angkutan Umum Perkotaan di Hotel Aryaduta, Jakarta, Budi menandangani nota kesepahaman mengenai 5 Kota Percontohan untuk Program Buy The Service. Adapun 5 kota yang dipilih antara lain Kota Medan, Palembang, Surakarta, D.I. Yogyakarta dan Denpasar. Selain itu, ada juga 4 Pemerintah Daerah penerima bus bantuan BRT yaitu Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Lampung, Kota Pekanbaru dan Kota Palembang.
“Kalau Pemerintah tidak intervensi terhadap angkutan masalnya, dapat terjadi kenaikan suhu (udara) dari yang sekarang kita rasakan. Ada indikasi bahwa polusi udara disumbang oleh kendaraan bermotor. Dengan demikian kita akan usahakan untuk perubahan di masyarakat agar tidak menggunakan kendaraan pribadi, namun memakai angkutan massal,” kata Budi dalam keterangan tertulis, Jumat (6/12/2019).
Ia mengatakan bahwa di Indonesia pertumbuhan kendaraan sepeda motor tiap tahunnya mengalami kenaikan 19% atau 1,1 juta unit sepeda motor. Sementara mobil kenaikan sebesar 10% atau 500.000 unit. Budi juga menjelaskan bahwa Pemerintah mengintervensi pembangunan BRT melalui skema Buy The Service karena adanya efek gas rumah kaca.
“Program BTS ini pertama kali pilot project kita, kami mohon pada Gubernur dan wali kota yang pertama kali menerima program ini untuk melaksanakan dengan sungguh penyelenggaraan angkutan perkotaannya. Kami sedang menyiapkan anggaran Rp 250 miliar, mudah-mudahan tahun berikutnya bisa kita tambah. Kami sangat mengharapkan kerja sama pimpinan daerah yang menerima program BTS ini, kalau 2020 berhasil, nanti 2021 akan kami lakukan kembali,” ujarnya.
Sementara itu Direktur Angkutan Jalan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Ahmad Yani turut menambahkan bahwa program pengembangan angkutan massal di Kawasan perkotaan dengan skema pembelian layanan dicanangkan pada rapat koordinasi Urban Transport yang dilaksanakan pada bulan Februari 2019 di Kemenko Maritim.
“Urgensitas pembenahan transportasi merupakan hal yang mendorong terlaksananya pilot project ini, sehingga intervensi Pemerintah Pusat harus dilakukan. Pemilihan Kota Percontohan untuk kegiatan Pengembangan Angkutan Massal Berbasis Jalan di Kawasan Perkotaan dengan BTS dan juga pemberian bus bantuan BRT, didasarkan pada komitmen dan kesiapan Pemerintah Daerah dalam mengembangkan sistem transportasi massal berbasis jalan setelah dilakukan rapat koordinasi, kunjungan lapangan serta meperhatikan komitmen daerah tersebut,” ucap Yani.
Melalui penandatanganan nota kesepahaman ini Budi berharap bahwa pemerintah daerah tetap menjaga pertumbuhan dan penggunaan BRT dengan skema BTS yang telah dihibahkan tersebut. Dalam acara ini hadir pula 2 orang Gubernur yang turut menandatangani nota kesepahaman tersebut yakni Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi dan Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, Anggota Komisi V DPR RI H.M. Rifqinizami Karsayuda.