BERITASOLORAYA.com – DPR dan Pemerintah tengah gencar agar tenaga honorer atau pekerja non ASN dihapus di tahun 2023.
Pihak DPR RI mengaku bahwa tenaga honorer dan non ASN yang dihapusbertujuan untuk memberikan kepastian hidup bagi anak-anak bangsa.
Tenaga honorer yang akan dihapus ini merupakan cara pemerintah untuk mencegah terjadinya tindakan yang sewenang-wenang terhadap pekerja non ASN.
BeritaSoloRaya.com melansir dari laman DPR pada 7 Mei 2023 tentang permintaan revisi Undang-Undang agar tenaga honorer dan non ASN dapat dihapus dan terealisasikan pada tahun ini.
Muhammad Rifqinizamy Karsayuda selaku perwakilan DPR RI mengatakan bahwa rencana penghapusan tenaga honorer bertolak belakang dengan tujuan dalam UU Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional atau RPJPN.
Ada kondisi yang objektif di berbagai instansi tentang lebih dari 50% pekerja non ASN yang menjalankan tugasnya di dalam Kementerian negara.
Rifqi mencontohkan dalam Kementerian PUPR dan balai lembaga Indonesia lainnya terdapat hampir 50% pegawainya merupakan tenaga honorer atau non ASN.
Jika Peraturan Pemerintah atau PP Nomor 49 Tahun 2018 masih digunakan untuk menghapuskan tenaga honorer di Indonesia maka UU RPJPN tidak bisa dilaksanakan sebagai kebijakan pemerintah.
Anggota Komisi II DPR RI tersebut meminta pemerintah untuk melakukan revisi terhadap PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) sebagai aturan penghapusan tenaga honorer.
Revisi terhadap PP ini dianggap sebagai langkah untuk mencegah tindak Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK massal terhadap pekerja non ASN.
Karena pemerintah telah menargetkan bahwa dihapusnya tenaga honoreratau non ASN pada 2023 mendatang, maka hal itu telah sesuai dengan aturan dalam PP No. 49 tahun 2018.
Revisi PP Nomor 49 Tahun 2018 ini sebagai bentuk principal guidance yang disepakati agar tidak ada PHK massal sebagai kepastian pekerjaan bagi masyarakat Indonesia.
Dalam rapat bersama Menteri PANRB pada 10 April 2023 lalu, Rifqi meminta kepada Kementerian agar para honorer segera terdaftar dan fokus dalam intervensi digital.
Intervensi digital dinilai bisa membantu nihilnya database yang tidak terotorisasi oleh PANRB dan BKN agar pertumbuhan tenaga honorer dan non ASN bisa dikendalikan.
”Saya kira intervensi digital bisa membantu kalau memang dia tidak ada di database, dan tidak diotorisasi oleh kementerian RB dan BKN, maka dia bukan tenaga non-ASN yang di acceptance oleh negara. Karena kalau tidak, hari kita bicara 2,3 juta, besok hari akan menambah menjadi 2,5 juta jadi 2,7 juta akhir tahun jadi 3,5 juta,” ungkap Rifqi.
Rifqi juga meminta Menteri PANRB untuk memeriksa postur 2,3 juta tenaga honorer yang telah terdata serta mempersiapkan fresh graduate yang juga berhak masuk dalam dunia kerja di birokrasi negara.
Legislator Dapil Kalimantan Selatan I itu mengingatkan agar para pejabat tidak mengangkat tenaga honorer secara dengan sewenang-wenang tanpa persetujuan Kementerian karena tidak mempunyai alas yuridis untuk perekrutan.
Dikhawatirkan jika tenaga honorer dan non ASN yang tidak terdata akan menjadi beban negara dari waktu ke waktu.