Liputan6.com, Jakarta Penetapan jadwal pemilu merupakan hak Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang wajib dikonsultasikan dengan DPR RI melalui Komisi II. Terkait hal tersebut, Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda mengungkapkan, Komisi II DPR RI telah memberikan waktu yang cukup dalam penentuan jadwal Pemilu tahun 2024 mendatang.
Tujuannya agar penyelenggara pemilu khususnya Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan pemerintah menemukan titik nemu terkait jadwal pelaksanaan pemilu 2024.
“Sesuai dengan ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, kewenangan dalam menetapkan jadwal pemilu itu menjadi hak Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang wajib dikonsultasikan dengan DPR RI dalam hal ini adalah Komisi II DPR RI,” ungkap Rifqi dalam Diskusi Dialektika Demokrasi yang bertema ‘Otak Atik Penetapan Jadwal Pelaksanaan Pemilu 2024, Ada Apa?’ di Media Center DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (18/11).
Oleh karena itu, lanjut politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu, sejak awal pihaknya mengedepankan ketentuan itu dan mendukung sepenuhnya jadwal yang telah disusun oleh KPU, yakni 21 Februari 2024 atau sebelum bulan ramadan tahun 2024.
Meski demikian, ada beberapa alasan yang perlu diperhatikan terhadap pelaksanaan pemilu agar tidak ditetapkan di bulan ramadan 2024. Pertama pihaknya ingin jeda waktu antara pemilihan legislatif dengan pemilihan kepala daerah jedanya cukup untuk menyelesaikan berbagai macam dinamika.
Pilpres 2024
Selain itu, perlunya waktu yang cukup terkait pelaksanaan pemilihan presiden dengan akhir masa jabatan presiden. Hal ini dikarenakan tidak adanya jaminan mengenai kontestan pada Pilpres tahun 2024.
“Tidak ada jaminan kontestan pada Pilres tahun 2024 hanya 2 kontestan. Sangat memungkinkan lebih dari 2 kontestan. Karena pemenang pilpres itu setidaknya memperoleh suara 50 persen plus satu,” terang Rifqi.
Dalam kesempatan itu, Rifqi juga mengingatkan pentingnya menghindari masa kampanye dalam Pileg maupun Pilpres di Bulan Ramadan tahun 2024. Dirinya tidak ingin menjadikan ramadan sebagai ajang kampanye terselubung.
“Jangan cemari Ramadan dengan menjadikan ajang kampanye terselubung berkedok politik identitas, politik SARA dan lainnya. Karena itu sangat memungkinkan menjadi bahan bakar efektif untuk menyulut perpecahan diantara kita sebagai anak bangsa,” tegasnya.
Ia berharap Pemilihan Presiden 2024 tidak hanya dijadikan sebagai euforia dan dinamika demokrasi, melainkan pentingnya mempertaruhkan persoalan bangsa.
“Kami tidak ingin bertaruh soal persatuan bangsa ini hanya sekedar untuk menegosiasikan Ramadan masuk dalam masa kampanye pada pemilu 2024,” pungkasnya. (https://m.liputan6.com/)