Presiden Joko Widodo tak henti-hentinya memberi perhatian terhadap praktik mafia pertanahan yang kian merajalela. Pemerintah melalui instansi terkait khususnya Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN) harus dapat menuntaskan persoalan mafia tanah yang marak terjadi hampir di seluruh pelosok tanah air. Karenanya, diperlukan kewenangan justicia bagi Kementerian ATR/BPN.
Anggota Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda menilai Kementerian ATR/BPN perlu memiliki kewenangan justicia dalam menindak pelaku mafia tanah. Langkah tersebut penting dilakukan agar pemberantasan terhadap praktik mafia tanah bakal menjadi jauh lebih maksimal. Dia pun mendorong agar Kementerian ATR/BPN dapat segera diberikan kewenangan pro justicia.
“Kita harus memberikan kewenangan justicia kepada Kementerian ATR, karena terlalu banyak persoalan mafia tanah ini,” ujarnya dalam diskusi bertajuk “Mengawal Instruksi Jokowi: Gebuk Mafia Tanah” di Media Center DPR, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Kamis (8/9/2022).
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu berpandangan persoalan pertanahan di tanah air amat mudah ditemukan di masyarakat. Seperti ketika terdapat seorang kepala tanah (Kantah)yang enggan memproses pelepasan sertifikat maupun pembuatan sertifikat induk sepanjang tidak adanya ‘ongkos’. Tapi ongkos dimaksud Rifqinizamy bukan dibayarkan resmi melalui loket. Sebab, ongkos proses kedua produk tersebut bila melayani loket resmi tak rampung-rampung.
Sementara DPR pun melakukan tugas konstitusinya sebagaimana diatur perundangan. Menurutnya, Komisi II telah membentuk Panitia Kerja (Panja) Pemberantasan Mafia Tanah. Kemudian Panja Ulang Hak Guna Usaha (HGU). Menurutnya, langkah-langkah yang ditempuh DPR menjadi bagian dalam menjalankan tugas pengawasan. “Kesadaran itu dalam konteks fungsi konstitusional yang kami miliki,” ujarnya.
Mantan Menteri ATR/Kepala BPN periode 2014-2016 Ferry Mursyidan Baldan mengamini pandangan Rifqinizamy. Menurutnya, praktik mafia harus dilawan secara bersama-sama. Sebab, akibat praktik mafia pertanahan, kerapkali menjadi penyebab timbulnya sengketa dan konflik antara masyarakat, maupun dengan perusahaan. “Tidak bisa mafia tanah ini kerja sendirian. Ketika Presiden bicara gebuk mafia tanah dan menterinya sekarang Pak Hadi Tjahjanto, ya cocok untuk menggebuk,” ujarnya.
Dia mengingatkan agar dilakukannya perbaikan tata kelola pengurusan tanah. Begitu pula penguatan data dengan cara memetakan kondisi tanah untuk mencegah terjadinya sengketa pertanahan dan konflik. Baginya, dalam administrasi pertanahan, pengatan data pertanahan menjadi hulu. Ia pun merespon positif langkah Menteri ATR/BPN Jenderal (Purn) Hadi Tjahjanto dalam memudahkan pelayanan pengurusan tanah bagi masyarakat pada Sabtu dan Minggu. Baginya, pengurusan proses pertanahan pada akhir pekan menjadi terobosan bagi masyarakat tidak memiliki waktu di hari kerja.
“Pelayanan Sabtu dan Minggu sangat luar biasa, saya apresiasi.”
Di tempat yang sama, Staf Khusus (Stafsus) Menteri ATR Bidang Penanganan Sengketa dan Konflik Tanah dan Ruang, Inspektur Jenderal Polisi, Hary Sudwijanto mengatakan mafia tanah memang amat meresahkan. Kementerian ATR/BPN telah berupaya mencari modus operandinya. Hasilnya, kata Hary, ditemukan banyak pemalsuan dokumen untuk menguasai aset. Berikutnya, menduduki lahan tanpa legalitas.
“Mafia tanah ini adalah sekelompok orang atau individu yang melakukan kejahatan, objeknya tanah melibatkan pihak-pihak lain yang mendukung kegiatan. Banyak masyarakat dirugikan,” kata Hary.
Dia menilai para mafia tanah tahu betul soal bagaimana mekanisme surat-menyurat terkait permohonan hak. Termasuk soal tarif Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dinaikkan dengan menggoda mentalitas petugas BPN di loket. Menurutnya, Menteri ATR/BPN Hadi Tjahjanto bersikap tegas dan keras terhadap petugas yang kedapatan terlibat dalam praktik mafia tanah.
“Kebijakan beliau tegas dan keras. Ada tiga program yaitu pembangunan IKN, percepatan PTSL, dan pemberantasan mafia tanah. Pak Menteri cerdas dan luar biasa.”