Liputan6.com, Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDIP PMuhammad Rifqinizamy Karsayuda menyatakan sepakat dengan angka Presidential Threshold (PT) 20 persen. Menurut dia, PT adalah mekanisme yang dibuat agar parpol melembagakan diri.
“PT layak diberikan bagi partai terlembaga, bukan hanya satu partai saja, juga termausuk koalisi. Saya menolak pandangan untuk PT menjadi 10 atau bahkan 0 persen,” kata Rifqi saat dikonfirmasi, Senin (20/12/2021).
Rifqi menyebut, adanya kasus hanya dua pasangan calon yang maju pilpres karena dinamika politik semata.
“Kalau ada hegemoni misal dua pilpres terakhir hanya dua paslon, itu bukan aturan membatasi tapi dinamika politik. Dinamika tidak bisa disalahkan,” kata dia.
“Kekhawatiran terkait dinamika politik jangan dianggap aturan yang salah,” tambah dia.
Selain itu, Politikus PDIP itu mengingatkan tidak ada jaminan akan ada banyak paslon apabila PT diturunkan.
“Kalau dibikin lima persen, enggak ada jaminan paslon 4 pasang. Kalau turun jadi 0 persen jadi masalah juga, masa iya parpol baru dibikin langsung bisa usung capres?. Masa kami bolak balik dapil bertemu rakyat, disamakan,” pungkas dia.
Sementara itu, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono meminta agar ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 0 persen di Pemilu 2024. Sebab tak ada urgensi menetapkan ambang batas pencalonan presiden ketika pemilu dilakukan serentak.
“Dari awal kita sudah bilang kan. Saya, Pak SBY juga sudah bilang masih nol persen. Karena memang enggak ada lagi urgensinya ketika serentak. Bagiamana kau mengukur itu padahal hasil legislatif itu yang dipakai padahal serentak. Sama aja tiket satu disobek dua kali itu,” ujar Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Hinca Panjaitan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (16/12/2021).
Hinca mengatakan, saat ini banyak usulan agar presidential threshold 0 persen. Dia yakin usulan itu berasal dari masyarakat.
“Itu suara demokrasi suara terbanyak yang dari masyarakat itu sendiri. Dan itu harus didengar,” ujarnya.
Menurut Hinca, revisi UU Pemilu masih mungkin dilakukan jika mayoritas masyarakat ingin agar ambang batas pencalonan presiden 0 persen. Atau bisa saja Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu.
“Opsi opsi yang ada itukan bisa saja jadi pilihan. Kalau misalnya Prolegnas tidak ada lalu tidak ingin juga merubah UU Pemilu itu. Kalau didesak seperti masyarakat itu juga sesuatu yang penting dan perlu. Oleh karena itu keinginan masyarakat itu harus dibaca dalam suasana yang penting. Nah presiden bisa saja buat Perppu dan di DPR nanti kita bahas tentu kami setujui,” ujar Hinca. (https://m.liputan6.com/)