Jakarta, Beritasatu.com – Anggota Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) perlu mempertimbangkan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait jadwal Pilkada Serentak 2024. Menurutnya, perppu tersebut diperlukan untuk mengantisipasi berbagai potensi kekacauan hukum, terutama mengenai administrasi masa jabatan kepala daerah.
“Perppu menjadi solusi yuridis ketatanegaraan di tengah telah disepakatinya ketiadaan revisi UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,” kata Rifqi sapaan akrabnya, Minggu (16/1/2022).
Rifqi menyarankan isi Perppu tersebut tidak hanya terkait jadwal pemungutan suara. Dikatakan, perppu harus mengatur berbagai kekosongan hukum, pertentangan norma dalam UU, dan ketentuan lain untuk menghadirkan pilkada serentak lebih ideal.
Rifqi menuturkan pemungutan suara pilkada, idealnya dilaksanakan sebelum November 2024. Hal ini mempertimbangkan sejumlah masalah dan jeda waktu yang cukup antara pelaksanaan Pemilu 2024 yang diusulkan KPU yaitu 21 Februari 2024.
“Hasil pileg harus memiliki kepastian hukum agar dapat dijadikan syarat pendaftaran calon kepala daerah dari jalur partai politik,” kata Rifqi.
Menurutnya, jadwal pilkada pada November 2024 memiliki konsekuensi pelantikan kepala daerah terpilih baru bisa dilaksanakan secepat-cepatnya pada Januari 2025. Dia menyatakan perkiraan jadwal pelantikan tersebut, belum termasuk jika terjadi sengketa administrasi, pidana maupun perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi (MK), sehingga jeda waktu yang dibutuhkan akan bertambah panjang sekaligus penuh ketidakpastian.
“Selain itu, nomenklatur surat keputusan pengangkatan kepala daerah hasil Pilkada 2020 menegaskan masa jabatannya pada periode 2021-2024 sehingga secara normatif berakhir selambat-lambatnya pada 31 Desember 2024,” katanya.
Lebih lanjut disampaikan, pemerintah harus menyiapkan sebanyak 270 penjabat (pj) kepala daerah untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada 31 Desember 2024.
Rifqi mengatakan kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada 2022 dan 2023 telah diisi pj kepala daerah terlebih dahulu hingga memiliki kepala daerah definitif hasil Pilkada 2024.
“Pengisian pj kepala daerah di 542 daerah itu bukan pekerjaan mudah bagi pemerintah, karena akan menyedot energi sejumlah pejabat eselon I dan II di pemerintahan untuk melaksanakan tugas ganda,” ujarnya.
Menurutnya, pilkada yang dilaksanakan November merupakan pekerjaan rumah bagi presiden dan wakil presiden hasil Pilpres 2024.
Politikus PDI Perjuangan itu menilai, Pilkada 2024 akan membuat pemerintahan yang baru terbentuk pada Oktober 2024 langsung menghadapi tugas berat, yaitu pemungutan, penghitungan suara termasuk potensi sengketa hasil pilkada dan berbagai potensi pasca-tahapan. (https://www.beritasatu.com/)