Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda menanggapi usulan Presiden Prabowo Subianto agar pemilihan kepala daerah kembali dipilih oleh DPRD.
Rifqi mengatakan, ia akan memastikan untuk mencari formula yang tepat agar tidak ada lagi trauma politik seperti saat aturan UU nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemda berlaku.
“Kita harus mencari formula yang tepat agar korupsi dan money politics itu tak beralih ke parpol dan DPRD, agar trauma politik kita berdasarkan ketentuan UU 22 Tahun 1999 tentang Pemda yang dulu mengamanatkan pemilihan gubernur bupati atau wali kota di DPRD itu tak lagi terjadi,” kata Rifqi saat dihubungi, Senin (16/12).
UU Nomor 22 Tahun 1999 mengatur mekanisme pemilihan kepala daerah yang meliputi gubernur, wali kota, dan bupati melalui DPRD.
Hanya saja, mekanisme ini menimbulkan polemik dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap proses pemilihan kepala daerah saat itu: Pemilihan melalui DPRD menjadi sarat akan praktik politik transaksional.
“Karena dulu diwarnai oleh aksi premanisme politik dan politik uang di berbagai tempat,” kata Rifqi.
Aturan Pilkada pun kemudian diubah mekanismenya menjadi pemilihan langsung yang diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004. Aturan ini lah yang berlaku hingga saat ini.
“Usul agar budaya dan kultur politik kita tidak barbarian termasuk soal money politics, menjadi juga salah satu pertimbangan penting kenapa pemilihan itu tak lagi dilakukan secara langsung,” ujarnya.
Adapun mengenai usulan revisi aturan pemilu, Rifqi ingin memastikan aturan mengenai pilkada yang akan digodok saat pembahasan Omnibus Law Politik tahun depan tidak akan mengulang kesalahan yang sama.
Ia memastikan, pemilihan kepala daerah ini dilakukan secara demokratis sesuai dengan ketentuan Pasal 18 UUD 1945.
“Hal yang paling mendasar yang harus menjadi acuan kita bersama adalah, terkait ketentuan Pasal 18 UUD 45 yang menyatakan bahwa Gubernur, Bupati/Wali Kota masing-masing sebagai kepala pemerintah provinsi, kabupaten/kota dipilih secara demokratis,” kata Rifqi.
“Sepanjang kita masih memiliki derajat legitimasi demokratis dalam pilkada, sepanjang itu pula usulan ini menjadi konstitusional,” ujarnya.