PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menegaskan pentingnya revisi terhadap Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Baginya, usaha ini penting dilakukan demi mengatasi permasalahan sistem dan posisi pejabat kepala daerah selama masa transisi.
Berdasarkan laporan yang diterima oleh Komisi II DPR RI, pilkada serentak tahun 2024 membawa konsekuensi berupa banyaknya pengisian posisi kepala daerah yang habis masa jabatannya pada 2022, 2023, dan 2024 oleh para penjabat (Pj). Pernyataan ini disampaikannya dalam agenda Rapat Dengar Pendapat Komisi II DPR RI lanjutan guna membahas kesiapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah di Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/2024).
“Pejabat kepala daerah ini mengemban tanggung jawab dan kewenangan yang hampir sama dengan kepala daerah definitif, tetapi sistem yang ada justru menimbulkan dilema dan potensi penyalahgunaan wewenang,” jelas Rifqinizamy.
Jika isu ini dibiarkan berlarut, dirinya khawatir para pejabat melupakan tugas dan fungsinya sebagai birokrat. Apalagi menjelang Pilkada, ia banyak menemukan fenomena para pejabat yang mengisi kekosongan kepala daerah kerap salah memaknai soal loyalitas.
Ia menyayangkan loyalitas ini dimaknai sebagai dukungan politik kepada calon tertentu. Hal ini, sebutnya, menimbulkan konflik kepentingan. “Saya menyayangkan pilkada menjadi ajang untuk pembuktian pejabat yang loyal atau tidak. Loyalitas ini sering diartikan sebagai mendukung calon, bukan sekadar menjalankan tugas dengan baik,” terang Politisi Fraksi NasDem itu.
Oleh karena itu, Rifqinizamy mengusulkan revisi UU ASN dengan fokus menerapkan sistem meritokrasi yang lebih terpusat. Adanya revisi ini, jelasnya, bukan hanya untuk menyelesaikan persoalan pilkada serentak 2024, akan tetapi juga menjadi pijakan penting dalam membangun sistem ketatanegaraan yang lebih baik di Indonesia.
“Kami ingin menarik (pejabat daerah) ini menjadi ASN pusat, sehingga pejabat tidak hanya menjadi ‘jago kandang’. Misalnya, pejabat di Banjarmasin bisa ditugaskan ke Merauke atau Sumatra, dan sebaliknya,” jelasnya.
Legislator daerah pemilihan Kalimantan Selatan I itu menyadari ada potensi resistensi dari kalangan senior terhadap kebijakan ini karena telah merasa nyaman dengan posisi jabatan yang diterima. Akan tetapi, tegasnya, perubahan ini akan memperbaiki sistem pemerintahan nasional secara signifikan.
Di mana, kebijakan ini akan mendorong perbaikan dan pemerataan kualitas pelayanan publik di seluruh Indonesia sekaligus mengurangi dominasi ASN pada wilayah tertentu. Maka dari itu, ia berharap revisi ini dapat segera dibahas dan disepakati demi menciptakan pemerintahan yang lebih transparan, adil, dan profesional.