JAKARTA – Presiden RI, Joko Widodo, dinilai perlu mempertimbangkan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait jadwal Pilkada Serentak 2024.
Menurut Anggota Komisi II DPR RI, Rifqinizamy Karsayuda, perppu diperlukan untuk mengantisipasi berbagai potensi kekacauan hukum, terutama hukum administrasi masa jabatan kepala daerah.
“Pemungutan suara Pilkada 2024 idealnya dilaksanakan sebelum bulan November 2024 dengan mempertimbangkan sejumlah masalah dan jeda waktu yang cukup antara pelaksanaan Pemilu Legislatif 2024 yang diusulkan KPU yaitu 21 Februari. Hasil pileg harus memiliki kepastian hukum agar dapat dijadikan syarat pendaftaran calon kepala daerah dari jalur partai politik,” paparnya di Jakarta, Minggu (16/1/2022).
Rifqi menyampaikan beberapa alasan mengapa presiden perlu mengeluarkan perppu terkait jadwal Pilkada 2024. Pertama, jadwal Pilkada 2024 di bulan November memiliki konsekuensi pelantikan kepala daerah terpilih baru bisa dilaksanakan secepat-cepatnya pada Januari 2025.
Menurutnya, perkiraan jadwal pelantikan tersebut, belum termasuk jika terjadi sengketa administrasi, pidana maupun Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) di Mahkamah Konstitusi, sehingga jeda waktu yang dibutuhkan akan bertambah panjang sekaligus penuh ketidakpastian.
“Selain itu, nomenklatur surat keputusan pengangkatan kepala daerah hasil Pilkada 2020 menegaskan masa jabatannya pada periode 2021-2024 sehingga secara normatif berakhir selambat-lambatnya pada 31 Desember 2024,” ujar Rifqi.
Kedua, pemerintah harus menyiapkan sebanyak 270 penjabat kepala daerah untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada 31 Desember 2024.
Kepala daerah yang masa jabatannya berakhir pada tahun 2022 dan 2023 telah diisi penjabat kepala daerah terlebih dahulu hingga memiliki kepala daerah definitif hasil Pilkada 2024.
“Pengisian penjabat kepala daerah di 542 daerah itu bukan pekerjaan mudah bagi pemerintah karena akan menyedot energi sejumlah pejabat eselon satu dan dua di pemerintahan untuk melaksanakan tugas ganda,” kata Rifqi.
Ketiga, Pilkada 2024 yang dilaksanakan November merupakan pekerjaan rumah bagi presiden dan wakil presiden hasil Pilpres 2024.
Politisi PDI Perjuangan itu menilai, Pilkada 2024 akan membuat pemerintahan yang baru terbentuk pada Oktober 2024 langsung menghadapi tugas berat yaitu pemungutan, penghitungan suara termasuk potensi sengketa hasil pilkada dan berbagai potensi pasca-tahapan.
“Karena itu perppu menjadi solusi yuridis ketatanegaraan di tengah telah disepakatinya ketiadaan revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,” jelas Rifqi.
Untuk itu, Rifqi menyarankan isi perppu tersebut tidak hanya terkait jadwal pemungutan suara, namun juga harus mengisi berbagai kekosongan hukum, pertentangan norma dalam undang-undang dan berbagai ketentuan lain untuk menghadirkan pilkada serentak lebih ideal. (https://www.infoindonesia.id/)