Anggota Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda saat mengikuti kunjungan kerja spesifik Komisi II DPR RI ke Kalsel, Rabu (26/2/2022). Foto: Ria/nvl
Anggota Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengatakan Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Otonom Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur perlu direvisi karena sudah tidak relevan dengan perkembangan dan perubahan ketatanegaraan yang mengacu pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Yang krusial adalah dasar hukumnya. Dulu UU yang menjadi dasar hukum 3 provinsi ini adalah UU RIS (Republik Indonesia Serikat). Karena sekarang RIS sudah tidak berlaku dan kita sudah kembali ke UUD, maka UU Provinsi ini (perlu) direvisi agar dilakukan penyesuaian dengan dinamika legislasi yang berkembang sejak era reformasi,” ungkap Rifqi saat mengikuti kunjungan kerja spesifik ke Komisi II DPR RI ke Kalsel, Rabu (26/2/2022).
Selain untuk mengganti alas hukum terhadap ketiga provinsi ini, lanjut Rifqi, ada beberapa isu penting yang akan diatur di dalam RUU ini di antaranya adalah terkait mengenai: posisi, batas, pembagian wilayah; karakteristik provinsi; pola dan arah pembangunan; prioritas pembangunan; perencanaan; personel, aset, dan dokumen; sistem pemerintahan berbasis elektronik; pendanaan; pendapatan dan alokasi dana perimbangan; dan partisipasi masyarakat. “Untuk itu, kami melakukan pertemuan ini guna mendapat masukan dari ketiga pemerintah yang hadir sebagai bahan dalam penyusunan RUU Provinsi,” ungkapnya.
Dua di antara tiga provinsi tersebut, lanjut politisi PDI-Perjuangan itu, yaitu Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur ke depannya akan menjadi penyangga ibu kota negara (IKN) baru. “Dua dari 3 provinsi akan menjadi penyangga, yaitu (Kalimantan) Timur dan Selatan. Saya mendorong agar berbagai macam norma terkait dengan kebutuhan kedua provinsi itu bisa diatur sebaik mungkin sebagai penyangga,” harap Rifqi.
Sementara wilayah Kalimantan Barat terdiri dari daratan dan lautan. Khusus untuk Kalimantan Barat memiliki kawasan perbatasan darat terpanjang di Indonesia. “Kalimantan Barat ini kan kawasan perbatasan yang memiliki 8 pintu masuk, yang mana hal ini belum terakomodir dalam UU yang lama, sehingga membutuhkan pengaturan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah dengan memperhatikan kekhasan dan keragaman daerah,” jelas legislator daerah pemilihan (dapil) Kalsel I tersebut.
Sebelumnya Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Selatan, Roy Rizali Anwar mengatakan RUU Provinsi ini menjadi pedoman untuk memetakan dan memaksimalkan peran dan potensi yang ada. Potensi itu terkait dengan budaya, kearifan lokal, kondisi geografi dan demografi, serta tantangan yang dihadapi dalam dinamika masyarakat tataran lokal, nasional dan global. “Bagi Pemprov Kalsel, RUU Provinsi ini juga merupakan bagian penting bagi perjalanan panjang Kalsel sebagai provinsi tertua dari Pulau Kalimantan,” katanya. (rnm/sf)