ANGGOTA Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjaungan, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda bicara blak-blakan. Dia menyebut gara-gara politik uang (money politic) banyak orang baik tidak bisa masuk ke gelanggang politik.
“PELAKSANAAN pemilihan umum (pemilu) di Indonesia sebagai implementasi demokrasi, saat ini telah diciderai dengan massifnya money politic,” ucap Rifqi, sapaan akrab politisi muda Senayan Jakarta dalam sosialisasi pengawasan pemilu di kediamannya, Jalan Perdagangan, Banjarmasin, Sabtu (3/12/2022).
Menurut dia, politik uang itu mengakibatkan banyak orang-orang baik yang harusnya mendapat tempat di dunia politik, khususnya di parlemen atau lembaga perwakilan lainnya didera rasa putus asa.
“Jangan sampai itu terus terjadi. Karena keputusasaan para politisi yang baik tak terpilih akibat politik uang, membuat demokrasi kian merosot,” tutur Presidium Majelis Nasional KAHMI periode 2022-2027 ini.
Argumen yang dilontarkan Rifqi ini bukan tanpa alasan. Menurut dia, berdasar catatan dari beberapa lembaga survei menyebut bahwa publik di Kalimantan Selatan memilih kandidat atau calon karena tergiur uang mencapai 72 persen.
“Ini merupkan hasil survei dari beberapa lembaga survei. Bahkan, hasil survei ini konsisten sejak Pemilu Legislatif (Pileg) 2019 hingga Pilkada 2020 lalu,” beber Rifqi.
Meski fakta itu hanya persepsi, Rifqi menegaskan publik tak boleh menghakimi sebuah persepsi. Ini karena berdasar survei itu, saat ditanya soal pilihan kepada calon pemilih ternyata menyatakan 72 persen pemilih di Kalsel tergiur politik uang.
Meski begitu, Rifqi yang diketahui meraup 30.465 suara sah dalam pemilihan anggota DPR RI dari daerah pemilihan (dapil) Kalsel 1 (Kabupaten Banjar, Batola, Tapin, HSS, HST, HSU, Balangan dan Tabalong) pada Pemilu 2019 ini, memastikan tidak semua politisi Senayan Jakarta terpilih dari Banua karena politik uang.
“Tidak semua politisi yang terpilih dalam Pemilu 2019, termasuk kepala daerah pada Pilkada 2020 dengan cara politik uang. Apakah politik uang itu sangat dominan memengaruhi pilihan, saya juga tidak tahu,” papar mantan dosen Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM) ini.
Demi membenahi agar demokrasi Kalsel khususnya tidak terbebani politik uang, Rifqi mengajak agar persepsi publik bisa diubah. Yakni, memilih calon pemimpin bukan karena motif duit.
“Tapi harus memilih calon pemimpin itu berdasar prestasi dan track record (rekam jejak). Sekali lagi, jangan sampai ada keputusasaan orang-orang baik atau generasi ke depan untuk terjun ke politik, merasa kalah sebelum bertanding,” imbuh
“Saya khawatir nanti, suatu hari orang-orang terpelajar, aktivis, wartawan dan lainnya tidak mau (terjun) ke politik. Ini sama akan terjadi bala kepemimpinan. Sebab, kepemimpinan itu datang silih berganti karena pemilu selalu digelar, namun tidak melahirkan pemimpin yang baik sesungguhnya untuk dihadirkan ke tengah publik,” pungkas Rifqi.