Merdeka.com – Anggota Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda mengingatkan pemerintah terkait UU No.2 Tahun 2021 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua dan Papua Barat mensyaratkan kehadiran Peraturan Pemerintah (PP) turunan dari UU Otsus itu harus diterbitkan selambat-lambatnya 90 hari kerja pasca diundangkannya UU Otsus.
Rifqi menegaskan, dalam UU Otsus, penyusunan PP dimaksud wajib berkonsultasi dengan DPR RI dan DPD RI. “Agenda rapat konsultasi resmi Pemerintah dengan Komisi II DPR RI belum dilaksanakan sampai saat ini. Padahal selambat-lambatnya 18 Oktober 2021, PP tersebut harus diterbitkan,” ungkap Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR RI tersebut.
Ia tak menampik telah dilakukan konsinyering antara Pemerintah dan Komisi II DPR RI. “Kendati demikian, konsinyering bukan forum resmi yang diatur dalam tata tertib DPR RI,” tegas Rifqi.
Dalam konsinyering tersebut, beberapa ketentuan terkait pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kehutanan hendak ditarik kembali ke Pemerintah Pusat. “Saya mencium aroma “perampokan” otonomi khusus Papua yang telah diberikan UU Otsus melalui pengaturan dalam RPP yang diajukan Pemerintah pada saat Konsinyering yang lalu,” ungkap Legislator Dapil Kalimantan Selatan ini.
Bagi Rifqi, konsistensi antara ketentuan dalam PP dan UU Otsus amat penting. Ini bukan hanya soal kenersesuaian norma sebagaimana kaidah penyusunan perundang-undangan. Jauh dari itu, jika isi PP menyimpangi UU Otsus maka ia berpotensi melahirkan ketidakpercayaan saudara-saudara kita di Papua terhadap NKRI. “Kita sedang mempertaruhkan kedaulatan NKRI melalui PP ini,” ungkap Rifqi. (https://m.merdeka.com/)