JAKARTA – Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menyoroti penyaluran Dana Transfer ke Daerah (TKD) yang kadang disalahgunakan oleh pihak yang tak pertanggungjawab. Untuk itu, pihaknya di Komisi II DPR RI ingin agar penyaluran Dana Transfer ke Daerah (TKD) perlu dievaluasi.
Hal itu diungkapkan RIfqi saat memimpin Komisi II DPR RI melakukan Kunjungan Kerja (Kunker) Reses untuk mengawasi proses penyaluran dana TKD di Kota Palembang, Sumaterang Selatan. Pada Kunker itu juga dilakukan evaluasi terkait permasalahan pertanahan dan tata ruang, di Provinsi Sumatera Selatan.
“Termasuk kemudian praktik-praktik penggunaan DAK yang selama ini di beberapa tempat kerap kali disalahgunakan karena kekurangan anggaran yang konvensional atau yang ada,” kata Rifqi seperti dikutip situs DPR RI saat melakukan Kunjungan Kerja Reses di Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (13/12/2024)
Rifqi mengungkapkan, hingga akhir Oktober 2024, realisasi penyaluran TKD di Sumatera Selatan mencapai Rp27,38 triliun atau 85,82 Persem dari pagu anggaran yang telah ditetapkan. Dengan penyaluran ini mencatatkan pertumbuhan sebesar 12,28 persen secara year on year (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 70,78 persen.
Di mana Kinerja penyaluran TKD ditopang oleh Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus Non Fisik (DAK Non Fisik), dan Dana Desa yang menunjukkan tren positif. Penyaluran TKD telah mendukung APBD di 18 pemerintah daerah di wilayah Sumatera Selatan, dengan harapan bahwa pemanfaatannya digunakan untuk belanja produktif yang memberikan efek berganda (multiplier effect) bagi masyarakat.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa Komisi II DPR RI dalam kesempatan itu juga melakukan pengawasan terhadap perkebunan kelapa sawit di provinsi Sumsel. Pasalnya, perkebunan Kelapa Sawit di Sumsel sebagian besar belum memiliki HGU.
Maka dari itu, ia berharap Kementerian ATR/BPN dapat dengan kooperatif berkoordinasi bersama para kepala daerah di Provinsi Sumsel, khususnya di Kabupaten/Kota untu memanggil para perusahaan-perusahaan agar segera mengeluarkan sertifikat HGU di masing-masing perkebunannya.
Lebih lanjut ia menilai, jika itu tidak dilakukan, maka akan ada kerugian paling tidak dua hal. Pertama, perusahaan itu tidak memiliki legalitas terhadap tanah dan kebunnya dan kalau kemudian digugat dan seterusnya tentu memiliki kerugian dan kelemahan hukum. Kedua, negara dirugikan karena tidak ada pajak apapun yang masuk ke negara.
“Sementara mereka telah menikmati tanah dengan segala keuntungan ekonominya. Saya kira ini kita tidak menyalahkan siapapun. Posisi kita adalah ingin bergotong royong bersama-sama menyelesaikan persoalan ini ke depan,” jelas Politisi Fraksi Partai NasDem ini.
“Bagi Komisi II, satu hukum pertanahan itu harus tegak dan berdaulat di Indonesia. Yang kedua, Komisi II menjadi bagian dari signifikansinya pendapatan keuangan negara melalui sektor pertanahan ini,” tegasnya.