Anggota Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda meyakini sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) adalah para negarawan untuk menolak gugatan Judicial Review (JR) terkait UU Ibu Kota Negara (UU IKN) dari masyarakat. Sebab, menurutnya, sosok negarawan itu adalah mereka yang berpikir jangka panjang. Jika gugatan tersebut diterima maka akan melahirkan blunder yang besar.
“Kita yakin akan ditolak oleh MK permohonan itu. Karena akan melahirkan blunder jika diterima dan dipertimbangkan. Saya yakin sembilan hakim MK itu negarawan dan negarawan itu berpikir jangka panjang. Pemindahan IKN itu bagian dari cara DPR dan Presiden berpikir untuk Indonesia masa yang akan datang,” ujar Rifqi, sapaan akrab Rifqnizamy saat dihubungi Parlementaria, Rabu (2/3/2022).
Di sisi lain, ia turut menampik adanya penilaian penyusunan UU Nomor 3 Tahun 2022 tersebut tidak terbuka. Disebabkan, selama pembahasan, Pansus RUU IKN saat itu telah mengundang berbagai macam kelompok masyarakat ke DPR. “DPR RI juga sudah mengunjungi perwakilan berbagai macam elemen publik, dalam rangka pembentukan itu termasuk mengunjungi berbagai kampus yang ada di Indonesia ini,” ujar Rifqi.
Oleh karena itu, tegas Anggota Fraksi PDI-Perjuangan DPR RI ini, DPR RI tentu tidak mungkin melibatkan satu-persatu semua elemen bangsa ini. Kalau harus seperti itu, dapat disebut dengan proses pembentukan UU secara referendum. Namun, proses penyusunan UU seperti itu tidak dikenal dalam tata aturan baku yang diatur dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
“Meskipun demikian, kita memahami ketidakpuasan itu, karena semua produk hukum apalagi UU pastilah tidak memuaskan semua pihak. Kendati demikian kami meyakini konstitusionalitas UU IKN ini,” jelas Rifqi.
Selain itu, ia turut menanggapi argumentasi dari pemohon gugatan JR ke MK yang menyebut bahwa banyak muatan tentang pemindahan IKN ini lebih banyak didelegasikan ke peraturan pelaksana yang seharusnya ada di dalam UU IKN. Menurut Rifqi, argumentasi itu tidak dapat diterima. Sebab, basis adalah pengujian norma terkait dengan konstitusionalitas norma. Kalau prediksi terhadap norma yang belum lahir itu, tambahnya, tidak menjadi kewenangan MK untuk membatalkan suatu produk UU.
“Lalu, bahwa UU itu didelegasikan melalui peraturan pemerintah, keputusan presiden,atau peraturan presiden sebagaimana di UU IKN itu sesuatu yang diperbolehkan dalam tata peraturan perundang-perundangan kita,” tutup legislator daerah pemilihan (dapil) Kalimantan Selatan ini. (rdn/sf)
Sumber: https://www.dpr.go.id/berita/detail/id/37851