Pantau – Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda memastikan bahwa wacana Komisi Pemilihan Umum (KPU) menjadi badan ad hoc hanya akan diterapkan di tingkat daerah, sementara KPU pusat akan tetap berstatus permanen. Hal ini disampaikannya dalam diskusi di Jakarta Selatan pada Jumat (20/12/2024).
“Pembahasan soal ad hoc atau tidak itu kami fokuskan untuk level provinsi, kabupaten, kota. Untuk KPU RI, kami pastikan akan tetap permanen,” ujar Rifqi.
Alasan KPU Pusat Tetap Permanen
Rifqi menjelaskan bahwa KPU RI memiliki peran strategis yang melampaui sekadar penyelenggaraan Pemilu.
“Tugas KPU RI tidak hanya menyelenggarakan Pemilu, tetapi juga mengevaluasi, melakukan koordinasi, dan membangun regulasi seperti PKPU dan Perbawaslu,” katanya.
Dengan cakupan tugas yang kompleks, keberadaan KPU RI sebagai lembaga permanen dinilai esensial untuk menjaga kesinambungan fungsi tersebut.
Wacana untuk Level Daerah
Terkait status KPU provinsi, kabupaten, dan kota, Rifqi menyebutkan bahwa pembahasan resmi di Komisi II belum dilakukan.
“Sejauh ini baru ada satu-dua fraksi yang menyampaikan pandangannya, tetapi belum menjadi sikap resmi DPR,” jelasnya.
Ia juga mengimbau agar pembahasan ini tidak disalahartikan sehingga menimbulkan kegelisahan di masyarakat.
Pro dan Kontra Wacana Ad Hoc
Wacana mengubah status KPU dan Bawaslu menjadi badan ad hoc muncul dalam pembahasan sebelumnya di DPR. Salah satu pendukung gagasan ini adalah Saleh Daulay dari Fraksi PAN, yang mengusulkan agar KPU hanya beroperasi secara penuh pada tahun-tahun Pemilu untuk menghemat anggaran negara.
“Jika KPU menjadi lembaga ad hoc, kita bisa mengurangi pengeluaran negara, terutama saat tidak ada penyelenggaraan Pemilu,” ujar Saleh dalam rapat Baleg DPR pada Oktober lalu.
Meski demikian, gagasan ini memunculkan pro dan kontra, terutama terkait risiko terhadap stabilitas dan keberlanjutan sistem Pemilu jika wacana ini diterapkan.
Langkah Selanjutnya
Komisi II DPR akan terus mendalami usulan ini melalui diskusi lebih lanjut dengan berbagai pihak, memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil tidak mengorbankan kualitas demokrasi dan penyelenggaraan Pemilu di Indonesia.