Jakarta – Rifqinizamy Karsayuda, Ketua Komisi II DPR RI, menegaskan pentingnya perumusan formula yang tepat dalam wacana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) melalui DPRD, Rabu (18/12/2024).
Ia mengingatkan agar model pemilihan tidak langsung ini tidak mengulangi sejarah kelam politik uang dan premanisme politik yang sempat mencoreng sistem demokrasi Indonesia di masa lalu.
Traumatik politik masa lalu, kata dia, harus menjadi pelajaran penting. Kita harus memastikan praktik korupsi dan politik uang tidak berpindah dari ranah masyarakat ke partai politik dan DPRD, dikutip dari Parlementaria, Selasa (17/12/2024).
Wacana Pilkada melalui DPRD (DPRD Kabupaten/Kota dan Provinsi, red.) sebenarnya bukan hal baru. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Indonesia pernah menerapkan sistem ini.
Namun, dalam praktiknya, sistem Pilkada tersebut justru menghasilkan tantangan baru, seperti maraknya politik uang dan dominasi premanisme politik.
Hal ini bertolak belakang dengan tujuan utama demokrasi (asas demokrasi dalam Pilkada, red.), yaitu menghadirkan pemimpin yang bersih, kompeten, dan berpihak pada rakyat.
Rifqi menambahkan, evaluasi mendalam diperlukan untuk memastikan relevansi model ini dengan cita-cita demokrasi yang terus berkembang.
Komisi II DPR RI, kata Rifqi, berkomitmen untuk mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk potensi dampak sosial dan politik wacana perubahan model Pilkada ini.
Pemilihan melalui DPRD, kata legislator Fraksi NasDem asal Dapil Kalsel I, pernah diwarnai oleh premanisme politik dan praktik politik uang. Kita harus belajar dari pengalaman tersebut agar sistem yang diusulkan ini tidak menjadi langkah mundur.
Politik uang, menurut Rifqi, adalah ancaman serius bagi demokrasi. Tidak hanya merusak tatanan budaya politik, praktik ini juga menggerus kepercayaan publik terhadap sistem pemerintahan.
Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya upaya mengubah kultur atau budaya politik Indonesia ke arah yang lebih beradab dan bermartabat.
Usulan agar pemilihan dilakukan tidak langsung, menurut dia harus dilihat dari perspektif yang lebih besar, yaitu mencegah budaya politik barbarian. Politik uang tidak boleh lagi menjadi bagian dari sistem Pilkada.
Wacana perubahan Pilkada (dari Pilkada langsung ke Pilkada melalui DPRD) ini memunculkan berbagai pro dan kontra di tengah masyarakat Indonesia.
Namun, satu hal yang pasti, komitmen untuk merancang sistem Pilkada yang bersih dan demokratis menjadi tantangan besar yang harus segera dijawab oleh para pembuat kebijakan.
Sumber: https://madurapers.com/perlu-rumusan-yang-tepat-pilkada-melalui-dprd-harus-antisipasi-politik-uang/