Anggota Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda menegaskan, upaya penyederhanaan surat suara yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), harus memenuhi dua asas, yaitu Efektif-Efisien, khususnya soal anggaran, serta Langsung Umum Bebas dan Rahasia (LUBER) – Jujur dan Adil (JURDIL). Hal ini disampaikan Rifqinizamy dalam rangka menanggapi KPU yang menggelar simulasi penggunaan satu hingga tiga lembar surat suara untuk Pileg dan Pilpres 2024 beberapa waktu lalu.
“Kalau memang penyederhanaan surat suara itu bisa meng-cover dua hal itu, bukan tidak mungkin Komisi II DPR RI akan memberikan restu kepada KPU untuk melakukan terobosan baru penyederhanaan surat suara di 2024,” jelas Rifqinizamy kepada Parlementaria, Jakarta, Rabu (8/12/2021). Ia menjelaskan diskursus mengenai penyederhanaan surat suara ini belum secara resmi disampaikan KPU kepada Komisi II DPR RI secara lebih detil.
Saat ini, Komisi II bersama KPU dan pemerintah, baru dalam tahapan penyusunan termasuk finalisasi jadwal hari pemungutan suara untuk Pemilu 2024. Sehingga, secara kronologis, setelah tahapan jadwal selesai, baru akan disusul dengan penyempurnaan berbagai regulasi terkait kepemiluan. Salah satunya adalah Peraturan KPU(PKPU) yang rancangannya tetap harus dikonsultasikan dengan Komisi II DPR RI.
“Salah satu PKPU yang dibahas antara KPU dan Komisi II DPR RI adalah PKPU tentang pemungutan dan penghitungan suara. Nah pungut-hitung itu salah satu instrumennya adalah surat suara, sehingga nanti dalam pembahasan PKPU itulah kita akan lihat bagaimana exercise yang dilakukan KPU, terkait penyederhanaan surat suara ini,” ujar Anggota Fraksi PDI-Perjuangan DPR RI ini.
Meskipun demikian, Rifqi mempersilakan jika terjadi diskursus publik terkait penyederhanaan surat suara tersebut, apakah harus tetap satu surat suara atau dibagi menjadi dua surat suara. Di mana, menurutnya, jika menggunakan dua surat suara maka bisa saja dipisah antara Pemilu Nasional (Pilpres dan Pemilu Legislatif) dan Pemilu Lokal (Pemilu DPRD provinsi hingga kabupaten/kota).
“Ini kan pilihan-pilihan yang opsinya masih menjadi diskursus publik dan masih dikelola di level KPU, sebelum nanti disampaikan ke Komisi II DPR RI. Yang pasti, jangan sampai dari sisi anggaran efektif efisien dalam penyelenggaraan pemilu, tapi kemudian asas jurdil luber terlanggar. Itu tidak boleh, jadi pijakan kami di Komisi II itu,” tegas legislator dapil Kalimantan Selatan I tersebut.
Diketahui, beberapa waktu lalu, Anggota KPU RI Evi Novida Ginting Manik mengatakan, pihaknya akan melakukan simulasi pemungutan dan perhitungan surat suara dalam penyederhanaan desain surat suara serta formulir Pemilu 2024 di tiga provinsi yaitu, Sulawesi Utara, Bali dan Sumatera Utara.
Evi mengatakan, simulasi tersebut diharapkan dapat mempermudah pemilih dan penyelenggara dalam menggunakan surat suara dan formulir yang didesain KPU. Sebab, kata dia, belajar dari Pemilu 2019 banyak ditemukan surat suara yang tidak sah. (rdn/sf) (https://www.dpr.go.id/)